Apakah Bill Gates Pernah Menyesal Karena Selamatkan Apple?

Apakah Bill Gates Pernah Menyesal Karena Selamatkan Apple?

Beberapa waktu yang lalu Bill Gates sempat mengatakan bahwa salah satu penyesalan terbesarnya adalah tidak menghentikan laju Android di industri ponsel, meski ia tidak benar- benar melakukan kesalahan itu.

Namun, memutar waktu ke belakangan, Bill Gates sebenarnya pernah membuat keputusan yang bisa dibilang sangat kontroversial, yaitu menyelamatkan Apple dari masalah keuangan. Bagaimana ceritanya?

Keterpurukan Apple & Kembalinya Steve Jobs

Era 1990-an bisa dibilang merupakan masa- masa yang sangat berat untuk Apple. Saat itu produsen iPhone hampir bangkrut lantaran produk- produknya gagal di pasaran. Akibatnya, harga saham anjlok secara drastis.

Masa- masa sulit yang dialami Apple ini akhirnya membuat Steve Jobs harus turun tangan kembali untuk memegang tanggung jawab sebagai CEO. Sebelumnya, di tahun 1985, ia sempat keluar dari Apple.

Padahal saat itu Steve Job sudah tak lagi menangani operasional Apple dan sedang mendanai Pixar. Bahkan, Job juga menjabat sebagai executive producer untuk Toy Story yang rilis pada tahun 1995.

Kucuran Dana Microsoft Menyelamatkan Apple

Yang menarik, satu hal yang dimiliki oleh Steve Job namun tidak dimiliki oleh CEO terdahulu adalah kedekatannya dengan Bill Gates. Ini lah yang menjadi kunci penting selamatnya Apple dari keterpurukan.

Pada 1997, Apple menerima investasi dari Microsoft sebesar USD 150 juta. Nominal ini adalah bagian dari kontrak kerjasama antara dua perusahaan tersebut dengan durasi lima tahun.

“Bill, terima kasih. Dunia jadi tempat yang lebih baik,” ujar Steve usai pendiri Microsoft itu setuju memberikan investasi tersebut.

Dalam kerjasama tersebut, Microsoft setuju menyediakan software Microsoft Office untuk perangkat Mac. Sebagai gantinya, Internet Explorer akan menjadi browser default di setiap perangkat Apple. Apple juga setuju untuk menghentikan tuduhannya terhadap Microsoft terkait penjiplakan sistem operasinya.

BIll Gates dan Kekayaannya
Di satu sisi, kontrak ini kerap disebut sebagai salah satu cara untuk Microsoft agar tidak dijatuhi penalty lantaran memonopoli pasar dan terlihat sangat kompetitif saat itu.

Sebelum mendapatkan dana segar dari Microsoft, Apple sendiri sudah kehilangan lebih dari USD 1,5 miliar dalam setahun ke belakang. Valuasi perusahaan ini juga turun secara drastis hingga tak sampai USD 3 miliar.

Tidak Ada Penyesalan

Dana segar dari Bill Gates dimanfaatkan Steve untuk mengatasi macetnya bisnis Mac dengan menghasilkan iPod. Setelah itu, Apple melahirkan iPhone dan iPad yang membuat nama Apple semakin melambung tinggi hingga kini. Hari ini, Apple adalah salah satu perusahaan paling bernilai di dunia.

meski dinilai kontroversial, namun Bill Gates menyatakan bahwa ia tidak menyesal telah mengizinkan Microsoft menyuntikkan dana sebesar USD 150 juta ke Apple kala itu. Menurutnya, hasil keputusannya justru membuat semua berjalan dengan baik.

“Faktanya, tiap tahunnya, selalu ada yang baru yang dapat kita lakukan melalui Mac dan ini merupakan bisnis yang baik bagi kami,” ucapnya dalam sebuah konferensi di tahun 2007 silam.

Memang, usai kontrak 1997 tersebut, Bill Gates dan Steve Job seakan- akan membangun roadmap industry komputasi bersama- sama. Persaingan keduanya tidak benar- benar terhapus. Kedua perusahaan raksasa ini akan terus berlomba dalam hal valuasi untuk bisa menjadi perusahaan teknologo paling bernilai di dunia. Kini, Apple diketahui mempunyai kapitalisasi pasar sebesar USD 914 miliar, sedangkan Microsoft USD 1,05 triliun.

Selain itu, salah satu alasan tidak ada penyesalan ini juga terjadi lantaran kedekatan hubungan antara Bill dan Steve itu sendiri. Hal ini terlihat nyata dari ucapan Bill saat Steve meninggal dunia pada 2011 silam.

“Steve dan saya pertama kali bertemu hampir 30 tahun lalu, dan kami telah menjadi kolega, kompetitor, dan teman selama lebih dari separuh masa hidup kami,” ujarnya kala itu.

 

“Sangat langka bagi dunia untuk melihat seseorang yang telah memberikan dampak penting sebagaimana sudah dilakukan oleh Steve, dampak yang dapat dirasakan oleh generasi-generasi selanjutnya. Bagi mereka yang cukup beruntung untuk bekerja bersamanya, itu merupakan kebanggaan yang sangat besar. Saya akan sangat merindukan Steve,” tuturnya memungkas.

Seandainya Bill Gates tidak memberikan kucuran dana segarnya, mungkin Apple sudah bangkrut lebih dulu sebelum melahirkan iPhone yang sensasional pada tahun 2007. Jika hal ini terjadi, bisa jadi peta persaingan smartphone dan sistem operasinya akan menjadi jauh berbeda daripada yang ada saat ini.

Zhou Qunfei, Dulu Buruh Pabrik, Kini Berduit Rp 99 Triliun

Zhou Qunfei, Dulu Buruh Pabrik, Kini Berduit Rp 99 Triliun

Kisah Zhou Qunfei mengundang decak kagum banyak netizen. Meskipun ia berasal dari keluarga miskin dan putus sekolah di usia belia, ia tidak pernah menyerah pada kehidupan. Di usia muda ia tak punya pilihan selain menjadi buruh pabrik. Namun berkat kerja kerasnya, ia kini menjadi wanita terkaya di China. Dan ini merupakan hasil usahanya sendiri, tanpa bantuan warisan sepeser pun.

Seperti dilansir dari Forbes, Zhou kini menjadi wanita terkaya di China dengan kisaran harga USD 7,4 milyar atau kurang lebih Rp 99,2 triliun. Kekayaannya ini ia peroleh berkat perusahaan Lens Technology yang ia rintis.

Jika Anda memakai smartphone buatan Apple atau Samsung, ada kemungkinan komponen layar touchscreen- nya adalah buatan Lens Technology. Perusahaan yang berbasis di China in tercatat mempekerjakan lebih dari 82 ribu karyawan. Wahhh….

Zhou yang dulu hanya buruh pabrik kini menjadi sosok yang sangat dikenal di jagad teknologi. Ia pun dikenal sering bolak- balik dari China ke Silicon Valley untuk bertemu dengan eksekutif Apple dan Samsung. Keduanya adalah klien utama Lens Technology yang kerap memesan banyak layar sentuh untuk produk smartphone mereka.

Zhou Qunfei Lahir di Keluarga Miskin

Zhou terlahir di sebuah desa kecil di provinsi Hunan, sebuah darerah pertanian yang cukup terpencil. Ia adalah anak bungsu dari tiga bersaudara. Masa kecilnya tidak begitu membahagiakan karena ia sudah ditinggal ibunya meninggal sejak usia lima tahun. Ayahnya pun hampir tuna netra karena mengalami kecelakaan.

Di rumahnya, Zhou membantu beternak sebagai usaha untuk mendapatkan penghasilan tambahan. Meskipun keadaannya tidak begitu bagus, Zhou adalah salah satu siswa yang memiliki prestasi baik di sekolah.

“Dia adalah siswa pekerja keras dan berbakat. Aku pernah membacakan karangan soal ibunya di kelas. Tulisannya itu sungguh mengharukan sehingga semua orang menangis,” ungkap guru SMP nya seperti dikutip Financial Review.

Meskipun berprestasi secara akademis, namun Zhou terpaksa putus sekolah di usia 16 tahun karena terganjal biaya. Ia kemudian pindah ke provinsi Guandong, tempat dimana pamannya tinggal, untuk mencari pekerjaan. Zhou yang punya cita- cita menjadi desainer busana akhirnya bekerja sebagai buruh pabrik di kota Shenzen dengan gaji USD 1 per hari.

Bekerja di pabrik tersebut menurutnya terasa sangat berat lantaran jam kerja yang panjang. Pabrik ini membuat kaca untuk arloji. “Tidak ada shift karena orangnya sangat sedikit. Aku tidak menikmatinya,” kata Zhou. Zhou memutuskan untuk mengundurkan diri usai bekerja tiga bulan.

Saat memberikan surat pengunduran dirinya, bosnya malah terkesan karena Zhou berterimakasih atas pelajaran yang ia peroleh selama di pabrik dan sebenarnya masih ingin bekerja. Bos nya bun lalu menahannya dan menaikkan jabatannya.

Beriniatif untuk Membangun Bisnis Sendiri

Di tahun 1993, Zhou merasa sudah cukup bekerja untuk orang lain. Ia memiliki mimpi besar untuk mendirikan perusahannya sendiri. Dengan tabungan berkisar USD 3.000, ia dan beberapa anggota keluarganya mendirikan pabrik kaca jam yang diklaim berkualitas tinggi. Di perusahaannya, Zhou memiliki peranan penting karena memegang hampir semua hal. Ia belajar cara membuat layar yang berkualitas tinggi.

Zhou lalu menikah dengan mantan bosnya dan mempunyai  seorang anak meskipun akhirnya bercerai. Setelah itu, ia menikah lagi dengan temannya saat menjadi buruh pabrik dan dianugerahi anak kedua. Sang suami ini kemudian menjadi komisarisdi Lens technology.

Di tahun 2003, saat pabriknya masih membuat kaca untuk jam, tiba- tiba saja ia mendapatkan panggilan telepon dari eksekutif Motorola. Mendadak mereka menanyakan apakah dia bisa membantu membuatkan layar untuk ponsel baru Razr V3.

Di masa itu, kebanyakan layar ponsel masih terbuat dari plastik. Motorola sendiri menginginkan layar ponsel yang lebih tahan terhadap goresan dan mampu menampilkan gambar lebih baik.
Aku ditelepon dan diminta menjawab ya atau tidak. Jika ya mereka akan bantu. Jadi aku jawab ya,” tutur Zhou.

Setelah itu, pesanan lain bermunculan dari produsen ponsel raksasa lain saat itu, seperti Nokia, HTC dan Samsung. Lalu pada tahun 2007, Apple memasuki pasar dengan iPhone. Apple pun menggandeng Lens Technology sebagai supplier komponen layar sehingga pamor perusahaan Zhou semakin meningkat.
Tidak ingin membuang kesempatan, Zhou kemudian berinvestasi besar- besaran dengan membangun fasilitas pabrik baru dan merekrut teknisi terampil. Untuk memperkuat pendanaan, ia pun meminjam banyak uang dari bank, termasuk dengan resiko menjaminkan rumahnya sendiri. Tiga tahun kemudian, ia memiliki fasilitas pabrik di tiga kota berbeda.

Saat ini Zhou tinggal menikmati kerja keras dan resiko yang ia pertaruhkan. Setiap harinya, ia menerima pesanan layar dari perusahaan elektronik raksasam termasuk Corning yang merupakan produsen dari Gorilla Glass.

“Dia sungguh entrepreneur penuh passion dan sangat suka menangani banyak hal. Aku melihat perusahaannya tumbuh dan dia membangun tim yang kuat. Sekarang memang ada banyak kompetitor di industri ini, tapi Lens tetap pemain papan atas,” ucap James Holis, eksekutif di Corning.

Industri teknologi memang lahan basah yang cepat berkembang. Dalam sekejap, Lens Technology pun memiliki banyak kompetitor tangguh yang membuat investor cemas. Namun Zhou menyatakan bahwa ia siap mengembangkan inovasi baru di industri layar sentuh.

“Di desa tempatku tumbuh, banyak gadis tidak memiliki pilihan. mereka akan menikah dan menghabiskan seluruh hidupnya di sana. Sedangkan aku memilih berbisnis dan tidak menyesalinya,” begitu pungkasnya.