Zhou Qunfei, Dulu Buruh Pabrik, Kini Berduit Rp 99 Triliun
Kisah Zhou Qunfei mengundang decak kagum banyak netizen. Meskipun ia berasal dari keluarga miskin dan putus sekolah di usia belia, ia tidak pernah menyerah pada kehidupan. Di usia muda ia tak punya pilihan selain menjadi buruh pabrik. Namun berkat kerja kerasnya, ia kini menjadi wanita terkaya di China. Dan ini merupakan hasil usahanya sendiri, tanpa bantuan warisan sepeser pun.
Seperti dilansir dari Forbes, Zhou kini menjadi wanita terkaya di China dengan kisaran harga USD 7,4 milyar atau kurang lebih Rp 99,2 triliun. Kekayaannya ini ia peroleh berkat perusahaan Lens Technology yang ia rintis.
Jika Anda memakai smartphone buatan Apple atau Samsung, ada kemungkinan komponen layar touchscreen- nya adalah buatan Lens Technology. Perusahaan yang berbasis di China in tercatat mempekerjakan lebih dari 82 ribu karyawan. Wahhh….
Zhou yang dulu hanya buruh pabrik kini menjadi sosok yang sangat dikenal di jagad teknologi. Ia pun dikenal sering bolak- balik dari China ke Silicon Valley untuk bertemu dengan eksekutif Apple dan Samsung. Keduanya adalah klien utama Lens Technology yang kerap memesan banyak layar sentuh untuk produk smartphone mereka.
Zhou Qunfei Lahir di Keluarga Miskin
Zhou terlahir di sebuah desa kecil di provinsi Hunan, sebuah darerah pertanian yang cukup terpencil. Ia adalah anak bungsu dari tiga bersaudara. Masa kecilnya tidak begitu membahagiakan karena ia sudah ditinggal ibunya meninggal sejak usia lima tahun. Ayahnya pun hampir tuna netra karena mengalami kecelakaan.
Di rumahnya, Zhou membantu beternak sebagai usaha untuk mendapatkan penghasilan tambahan. Meskipun keadaannya tidak begitu bagus, Zhou adalah salah satu siswa yang memiliki prestasi baik di sekolah.
“Dia adalah siswa pekerja keras dan berbakat. Aku pernah membacakan karangan soal ibunya di kelas. Tulisannya itu sungguh mengharukan sehingga semua orang menangis,” ungkap guru SMP nya seperti dikutip Financial Review.
Meskipun berprestasi secara akademis, namun Zhou terpaksa putus sekolah di usia 16 tahun karena terganjal biaya. Ia kemudian pindah ke provinsi Guandong, tempat dimana pamannya tinggal, untuk mencari pekerjaan. Zhou yang punya cita- cita menjadi desainer busana akhirnya bekerja sebagai buruh pabrik di kota Shenzen dengan gaji USD 1 per hari.
Bekerja di pabrik tersebut menurutnya terasa sangat berat lantaran jam kerja yang panjang. Pabrik ini membuat kaca untuk arloji. “Tidak ada shift karena orangnya sangat sedikit. Aku tidak menikmatinya,” kata Zhou. Zhou memutuskan untuk mengundurkan diri usai bekerja tiga bulan.
Saat memberikan surat pengunduran dirinya, bosnya malah terkesan karena Zhou berterimakasih atas pelajaran yang ia peroleh selama di pabrik dan sebenarnya masih ingin bekerja. Bos nya bun lalu menahannya dan menaikkan jabatannya.
Beriniatif untuk Membangun Bisnis Sendiri
Di tahun 1993, Zhou merasa sudah cukup bekerja untuk orang lain. Ia memiliki mimpi besar untuk mendirikan perusahannya sendiri. Dengan tabungan berkisar USD 3.000, ia dan beberapa anggota keluarganya mendirikan pabrik kaca jam yang diklaim berkualitas tinggi. Di perusahaannya, Zhou memiliki peranan penting karena memegang hampir semua hal. Ia belajar cara membuat layar yang berkualitas tinggi.
Zhou lalu menikah dengan mantan bosnya dan mempunyai seorang anak meskipun akhirnya bercerai. Setelah itu, ia menikah lagi dengan temannya saat menjadi buruh pabrik dan dianugerahi anak kedua. Sang suami ini kemudian menjadi komisarisdi Lens technology.
Di tahun 2003, saat pabriknya masih membuat kaca untuk jam, tiba- tiba saja ia mendapatkan panggilan telepon dari eksekutif Motorola. Mendadak mereka menanyakan apakah dia bisa membantu membuatkan layar untuk ponsel baru Razr V3.
Di masa itu, kebanyakan layar ponsel masih terbuat dari plastik. Motorola sendiri menginginkan layar ponsel yang lebih tahan terhadap goresan dan mampu menampilkan gambar lebih baik.
Aku ditelepon dan diminta menjawab ya atau tidak. Jika ya mereka akan bantu. Jadi aku jawab ya,” tutur Zhou.
Setelah itu, pesanan lain bermunculan dari produsen ponsel raksasa lain saat itu, seperti Nokia, HTC dan Samsung. Lalu pada tahun 2007, Apple memasuki pasar dengan iPhone. Apple pun menggandeng Lens Technology sebagai supplier komponen layar sehingga pamor perusahaan Zhou semakin meningkat.
Tidak ingin membuang kesempatan, Zhou kemudian berinvestasi besar- besaran dengan membangun fasilitas pabrik baru dan merekrut teknisi terampil. Untuk memperkuat pendanaan, ia pun meminjam banyak uang dari bank, termasuk dengan resiko menjaminkan rumahnya sendiri. Tiga tahun kemudian, ia memiliki fasilitas pabrik di tiga kota berbeda.
Saat ini Zhou tinggal menikmati kerja keras dan resiko yang ia pertaruhkan. Setiap harinya, ia menerima pesanan layar dari perusahaan elektronik raksasam termasuk Corning yang merupakan produsen dari Gorilla Glass.
“Dia sungguh entrepreneur penuh passion dan sangat suka menangani banyak hal. Aku melihat perusahaannya tumbuh dan dia membangun tim yang kuat. Sekarang memang ada banyak kompetitor di industri ini, tapi Lens tetap pemain papan atas,” ucap James Holis, eksekutif di Corning.
Industri teknologi memang lahan basah yang cepat berkembang. Dalam sekejap, Lens Technology pun memiliki banyak kompetitor tangguh yang membuat investor cemas. Namun Zhou menyatakan bahwa ia siap mengembangkan inovasi baru di industri layar sentuh.
“Di desa tempatku tumbuh, banyak gadis tidak memiliki pilihan. mereka akan menikah dan menghabiskan seluruh hidupnya di sana. Sedangkan aku memilih berbisnis dan tidak menyesalinya,” begitu pungkasnya.