Seperti yang santer terdengar, Facebook telah mempersiapkan WhatsApp dengan proyek monetisisasi tahun ini. Artinya, WhatsApp akan segera menghasilkan cuan lewat iklan.
Rencana ini pertama kali terungkap dalam Facebook Marketing Summit 2019 oleh dua analis media sosial, Matt Navara dan Oliver Ponteville. Mereka mengungkap kalau iklan akan hadir di WhatsApp Status pada 2020 nanti.
Iklan yang akan tampil di status pengguna WhatsApp ini mirip dengan Story Ads yang sering kita lihat saat mengintip story Instagram milik orang lain. Yang pasti, iklan tidak akan tampil saat pengguna sedang chatting dengan orang lain.
Rencana Monetisasi Ditentang Pendiri WhatsApp
Namun rencana monetisasi WhatsApp ini sendiri sebenarnya bertentangan dengan misi yang diusung oleh dua pendiri WhatsApp, Brian Acton dan Jan Koum.
Sejak awal mendirikan WhatsApp, mereka ingin menghadirkan platform pesan instan yang memberi pengalaman pengguna terbaik. Mereka juga membenci iklan karena bertentangan dengan misi yang diusung.
“Motto kami dalam platform ini adalah tidak ada iklan, tidak ada game, dan tidak ada gimmick,” ungkap Brian Acton dalam sebuah wawancara di tahun 2018, pendiri WhatsApp seperti dikutip Panda Gila dari Forbes (10/1/2020).
Saat Facebook mengakuisisi WhatsApp di tahun 2014 senilai US$ 22 miliar, semuanya berubah. Terlebih, Facebook adalah perusahaan periklanan terbesar dunia yang 80 persen pendapatannya berasal dari iklan.
Menurut Brian Acton, ia sebenarnya mengusulkan dua model bisnis untuk monetisasi WhatsApp. Pertama adalah dengan biaya berlangganan. Metode ini bahkan sudah pernah diuji coba dengan mengenakan biaya berlangganan US$ 1 per tahun ke penggunanya.
Sayangnya usulan ini ditolak oleh COO Facebook, Sheryl Sandberg.
“Suatu hari saya memanggilnya, namun ia mengatakan ‘itu tidak akan menghasilkan uang dalam skala yang banyak’,” ungkap Acton.
Usulan kedua, WhatsApp akan bertindak sebagai customer service digital yang memberikan informasi kepada pengguna yang menggunakan jasa sebuah perusahaan.
Ini mungkin akan mirip seperti chat bot dengan AI berkualitas tinggi. Contoh penerapan usulan ini adalah WhatsApp akan menyampaikan informasi mengenai transaksi bank nasabah.
Akan tetapi, dalam kerjasama ini perusahaan tidak bisa mengumpulkan data pelanggan. Usulan ini pun mental.
Brian Acton tak menyerah. Ia mendatangi kantor Facebook agar bisa menyampaikan usulan cara WhatsApp meraih keuntungan ke CEO Mark Zuckerberg. Saat sampai disana, ia erselisih dengan tim hukum Facebook.
“Pada akhirnya, saya menjual perusahaan saya,” kata Acton.
“Saya seorang penjual. Saya mengakui itu.”
Nasib Fitur End-to-End Encryption
Selain karena misi yang diusungnya sejak awal, Brian Acton dan Jan Kaum punya alasan lain untuk menolak iklan di WhatsApp. Yaitu karena iklan yang ditarget bisa mengorbankan privasi data pengguna.
Rencana Facebook memicu spekulasi masa depan end-to-end encryption, fitur yang membuat pesan terkirim hanya bisa dilihat oleh pengirim dan penerima. WhatsApp bahkan tidak bisa mengetahui percakapan tersebut.
Di sisi lain, monetisasi WhatsApp untuk iklan tertarget yang selama ini dilakukan Facebook dan Instagram dilakukan dengan proses pengumpulan data pengguna oleh Facebook.
Jika pengumpulan data dilakukan, ada kemungkinan fitur end-to-end encryption ini diubah agar Facebook bisa membaca percakapan pengguna dan mengumpulkan data.
Dalam sebuah wawancara dengan Forbes yang dipublikasikan 2018 silam, juru bicara WhatsApp membantah penghapusan layanan ini. Ia memastikan end-to-end akan tetap menjadi bagian dari WhatsApp.
“Pesan akan tetap terenkripsi ujung-ke-ujung. Tidak ada rencana untuk mengubahnya,” ujarnya saat itu.
Di sisi lain, jawaban dari Chief Operating Office Facebook, Sheryl Sandberg atas pertanyaan anggota parlemen AS dalam sesi rapat dengar pendapat justru memicu keraguan. Sheryl menghindari jawaban langsung.
“Kami sangat percaya pada enkripsi,” ungkapnya saat ditanya apakah Facebook masih akan menggunakan end-to-end encryption atau tidak.
Satu hal yang pasti, ada ketidakcocokan ide antara Facebook dan dua pendiri WhatsApp tentang konsep monetisasi ini. Ini lah alasan mengapa Brian Acton memilih resign pada 2017, dan disusul Jan Kaum setahun kemudian.