7-Eleven alias Sevel.
Tempat ini seringkali muncul pertama di benak kita saat akan ketemuan dengan teman atau rekan bisnis. Mulai dari sekedar duduk dan ngobrol bareng, sambil beli makanan dan minuman hingga pagi kembali datang.
Dulu gerai 7-Eleven ada dimana- mana di area Jakarta. Sayangnya, ekspansi ke luar kota tak kunjung terealisasi. Dan kini, efektif per 30 Juni 2017, PT Modern Sevel Indonesia memutuskan untuk menghentikan seluruh kegiatan operasionalnya.
Sekilas Perjalanan 7-Eleven di Indonesia
Pada tahun 2009, Gerai 7-Eleven pertama dibuka di Bulungan dan menjadi food store destination yang menyediakan berbagai makanan dan minuman segar berkualitas, sehat, cepat dan nyaman dengan harga yang relatif terjangkau.
Pada akhir September 2016, PT Modern Sevel Indonesia telah memiliki 175 gerai yang semuanya berlokasi di Jakarta. Gerai- gerai ini bahkan menjadi contributor utama yang memberikan kontribusi penjualan hingga 79,6 kepada perseroan. Mantap sekali, bukan?
Sayangnya, di tahun 2017, gerai 7-Eleven ini mulai meredup. Penjualan turun 31,37 persen dan mengalami kerugian Rp 162,02 miliar hingga kuartal III 2017. Padahal, di periode sebelumnya, mereka untung Rp 11,7 miliar!
Penurunan penjualan 7-Eleven banyak dipengaruhi oleh kehilangan penjualan alcohol dan diikuti dengan pembayaran pokok pinjaman dan bunga yang cukup besarsehingga modal kerjasemakin ketat. Upaya penyelamatan telah dilakukan Perseroan dengan berusaha menjual bisnis restoran dan convenience store di Indonesia ke PT Charoen Pokphand Restu Indonesia (CPRI) untuk membuat neraca keuangan kembali sehat.
Pasca berita penjualan itu, saham PT Modern Internasional Tbk sempat melonjak ke level Rp 77 per saham atau meningkat sebesar 24,19 persen. Sayangnya, transaksi ini kemudian batal karena kedua belah pihak tidak mencapai kata sepakat.
Menurut Binus Business Review sendiri, industri convenience store tidak lagi menarik di masa mendatang. Hal ini terjadi lantaran persaingan yang makin ketat dan jumlah pemain besar yang semakin banyak sehingga laba yang bisa diperoleh pun semakin tipis.
Pelajaran Penting yang Bisa Kita Ambil dari 7-Eleven
Tutupnya 7-Eleven di Indonesia membuat banyak pihak terkejut. Grafik pertumbuhan bisnis yang sempat melesat dengan begitu baiknya ternyata bukan jaminan bisnis itu akan stabil dan bertahan dengan kokoh di puncak. Sebaliknya, 7-Eleven tutup dan tidak terselamatkan. Lalu, pelajaran bisnis apa saja yang bisa kita ambil dari runtuhnya Sevel ini?
#1 Ilusi Kestabilan Bisnis
Sebesar apapun pertumbuhan sebuah bisnis, tidak ada jaminan akan kestabilan. Bisnis apapun akan melewati perjalanan yang penuh lika- liku. Jangan terkecoh dengan grafik pertumbuhan yang melesat naik, karena setelahnya, pertumbuhan bisa turun drastis dan disinilah tantangannya.
Sevel sempat berada di puncak dengan keuntungan fantastis yang membuat Perseroan bertepuk tangan. Tidak lama setelah itu, hanya dengan sedikit gejolak saja, perusahaan langsung limbung dengan kerugian yang nilainya terlalu besar, 162 miliar!
#2 Beradaptasi atau Mati
7-Eleven mulai mendapat persaingan yang cukup hebat saat Lawson masuk di tahun 2011. Di tahun 2013, Family Mart mulai ikut masuk meramaikan persaingan di Indonesia. Family Mart memang memiliki jumlah yang lebih sedikit, namun ia memiliki harga yang lebih murah dan juga bangunan yang lebih luas sebagai daya tarik.
Dengan persaingan yang semakin ketat dan sistem yang semakin berkembang, Sevel gagal beradaptasi. Akibatnya, Sevel susah berekspansi dan jalan di tempat. Akhirnya bisa ditebak, Sevel memang tinggal menunggu waktu saja untuk menutup semua gerainya.
#3 Inovasi itu Harga Mati
Sevel hadir dengan konsep minimarket yang memanjakan pengunjungnya dengan nongkrong kapan saja. Di gerai mereka, orang bisa santai dan ngobrol sepuasnya. Konsep ini kemudian banyak ditiru oleh minimarket di Indonesia sehingga Sevel tidak lagi memiliki perbedaan dengan minimarket yang sudah menjamur di Indonesia ini. Jadi, tanpa ada inovasi dari mode #bisnis mereka, Sevel nyaris tidak memiliki sesuatu yang baru untuk ditawarkan.